Minggu, 21 Juni 2009

Laporan Praktikum Evaluasi Sensori : UJI AMBANG BATAS (THRESHOLD TEST)

UJI AMBANG BATAS (THRESHOLD TEST)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif.

Rangsangan yang diberikan oleh suatu benda tidak selalu dapat menimbulkan kesan. Rangsangan yang terlalu rendah tidak akan cukup untuk menimbulkan kesan dan sebaliknya rangsangan yang terlalu tinggi juga akan memberikan kesan yang berlebihan, sehingga mengganggu kesan konsumen. Adanya indera yang cacat atau sakit tidak dapat melakukan proses penginderaan dengan baik dan tidak dapat menghasilkan kesan yang wajar. Intensitas atau tingkatan rangsangan terkecil yang mulai dapat menghasilkan respon disebut ambang rangsangan.

Rangsangan penyebab timbulnya kesan dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan, yang disebut ambang rangsangan (threshold). Dikenal beberapa ambang rangsangan, yaitu ambang mutlak (absolute threshold), ambang pengenalan (Recognition threshold), ambang pembedaan (difference threshold) dan ambang batas (terminal threshold). Ambang mutlak adalah jumlah benda rangsang terkecil yang sudah mulai menimbulkan kesan. Ambang pengenalan sudah mulai dikenali jenis kesannya, ambang pembedaan perbedaan terkecil yang sudah dikenali dan ambang batas adalah tingkat rangsangan terbesar yang masih dapat dibedakan intensitas.

Untuk menetapkan nilai ambang dari suatu rangsangan teredapat bebeerapa macam analisis diantaranya analisis rata-rata, analisis frekuensi dan analisis distribusi normal. Cara-cara analisis ini pada umumnya berdasarkan pada uji rangsangan tunggal, dimana tiap uji menggunakan sejumlah panelis semi terlatih. Panelis dipilih dari mereka yang dapat mengenali atau mengetahui sifat indrawi dari contoh atau produk yang diuji.

Dalam uji rangsangan tunggal pada setiap uji, tiap panelis diminta menyatakan ada atau tidak ada sifat inderawi yang diujikan. Data responnya berupa data binomial yang kemudian dapat dianalisis secara statistika. Karena demikian sederhana, maka pada analisis ambang dapat disajikan sejumlah contoh pada tiap pengujian. Namun untuk mencapai kondisi atau lingkungan uji yang sesuai diperlukan penyiapan contoh dan penyajian yang cermat.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan ambang batas (absolute threshold) dan ambang pengenalan (recognition threshold) produk (sukrosa, asam sitrat, NaCl, jamu).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penilaian organoleptik adalah cara penilaian karakter mutu suatu bahan makananan dan minuman menggunakan panca indera. Indera yang digunakan untuk menilai bergantung pada karakter yang akan dinilai. Biasanya yang digunakan adalah indera pencicip di rongga mulut dan pencium di rongga hidung.

Indera pencicip berfungsi untuk mrnilai cicip (taste) dari suatu makanan. Di permukaan rongga mulut terdapat lapisan yang selalu bahsah yang terdapat sel-sel peka. Sel-sel peka ini mengumpul membentuk susunan yang disebut putting pencicip.

Masing-masing putting pencicip biasanya hanya peka terhadao rasa tertentu, tetapi kadang-kadang juga responsif terhadap beberapa rangsangan cicip. Putting pencicip manusia hanya dapat membedakan empat cicip dasar yaitu manis, pahit, asam, dan asin. Diluar keempat cicip dasar itu puting pencicip tidak terangsang atau responsive. Tetapi beberapa peneliti menganggap rasa metalik dan rasa gurih juga hasil penginderaan putting pencicip (Rahardjo, 1998)

Putting pencicip peka terhadap zat kimia yang menghasilkan rangsangan. Kepekaan berturut-turut adalah pahit, asam, asin dan manis. Kepekaan indera dipengaruhi banyak factor, misalnya pencicipan paling peka pada pagi hari (pukul 9 – 10).

Hubungan yang terpenting dengan pengecap adalah kecenderungan indera rasa pengecap untuk melayani sensasi utama tertentu yang terletak di daerah khusus. Rasa manis dan asin terutama terletak pada ujung lidah, rasa asam pada dua pertiga bagian samping lidah, dan rasa pahit pada bagian posterior lidah dan palatum molle.

Gambar 1. Penampang Lidah

Rasa Pahit

Rasa pahit biasanya juga berasal dari zat-zat non ionik. Contohnya ialah alkohol,caffein,strychnine,brucine,quinin, beberapa glucasida linamarin dan beberapa ikatan polynitro seperti asam piktrat. Rasa pahit pada umumnya tidak dikehendaki. Tetapi untuk beberapa makanan atau minuman diperlukan sedikit rasa pahit, seperti bir,rokok,kopi dan teh.

Rasa Asam

Rasa asam sebenarnya hanya berasal dari ion hidrogen (H+). Zat-zat yang dapat berionisasi dan melepaskan ion hidrogen yang hanya dapat menghasilkan rasa asam. Ion H+ selalu diimbangi dengan adanya anion. Jika anion yang mengimbanginya OH maka terjadilah netral, karena ion H+ itu segera membentuk HO dan diturunkan konsentrasinya menjadi tinggal 10. Agar konsentrasi H+ tetap tinggi, kation tersebut harus diimbangi dengan anioon lain. Dalam hal ini larutan disebut asam.

Bedasarkan jenis anionnya asam dapat digolongkan menjadi asam organik dan asam anorganik. Asam organik ialah jika anionnya zat organik (asetat, sitrat) dan asam anorganik jika anionnya anorganik (Cl -, SO4-, NO3-).

Intensitas rasa masam suatu asam disebabkan olah kecepatan penetrasi asam ke sel. Meskipun demikian tidak dapat mengkorelasikan penetrasi dengan keasaman (acidity). Umumnya stimulasi rasa asam berhubungan dengan kenaikan solubilitas lipoid, dengan bertambahnya panjag rantai , dan dengan gugus-gugus fungional tertentu yang mengurangi solubilitas air. Masuknya gugus-gugus polar ke asam-asan organik mengurangi daya penetrasinya dan rupanya juga kemasamanya.Rasa asam jauh lebih rumit dalam cairan-cairan biologis yang komplek daripada dalam larutan murni yang sederhana

Rasa Manis

Rasa manis biasanya berasal dari zat non ionik, seperti gula, aldehida, ikatan nitro, beberapa khlorida alifatis (misalnya khloroform), sulfida, benzoik (saccharine). Zat – zat ionik yang mempunyai rasa manis sangat terbatas, misalnya pada garam timbel (Pb) dan garam berilium (BeMeskipun zat-zat tersebut menimbulkan rasa manis, tidak semuanya digunakan sebagai bahan pemanis makanan. Ada dua golongan bahan pemanis makanan (sweeteners), yaitu golongan pemanis bergizi dan golongan pemanis tidak bergizi. Golongan pertama disebut golongan gula sedangkan golongan kedua termasuk : antara lain sakharin dan cyclamat. Rasa manis biasanya dinyatakan dengan gula (sukrosa), dengan nilai 100. Tingkat kemanisan zat-zat lain diukur berdasarkan rasa manis gula pasir.

Rasa Asin

Biasanya rasa asin berasal dari zat-zat ionik yaitu anionik dan kationik. Beberapa zat yang ternasuk anionik adalah Cl -, F -, CO2-, SO4-, sedangkan yang termasuk zat-zat kationik adalah Na+, K+, Ca++, Mg++, dan NH4+. Rasa asin dibentuk oleh garam terionisasi yang kualitas rasanya berbeda-beda antara garam yang satu dengan yang lain karena garam juga membentuk sensasi rasa lain selain rasa asin. Garam akan menimbulkan rasa ketika ion natrium (Na+) masuk melalui kanal ion pada mikrovili bagian apikal (atas), selain masuk lewat kanal pada lateral (sisi) sel rasa.

Rasa asin yang biasa digunakan untuk makanan adalah yang berasal dari garam dapur, NaCl. Makan garam terlalu banyak akan menimbulkan rasa pahit. Hal ini disebabkan oleh garam magnesium (Mg) yang terdapat dalam garam dapur. Penggunaan garam untuk rasa asin pada masakan biasanya antara 1-2%, sedangkan untuk pengawetan makanan antara 5-15% (Rahardjo, 1998).

AMBANG RANGSANGAN

Rangsangan penyebab timbulnya kesan dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan, yang disebut ambang rangsangan (threshold). Dikenal beberapa ambang rangsangan, yaitu ambang mutlak (absolute threshold), ambang pengenalan (Recognition threshold), ambang pembedaan (difference threshold) dan ambang batas (terminal threshold.

Ambang Mutlak

Ambang mutlak yaitu jumlah benda perangsang terkecil yang dapat menghasilkan kesan atau tanggapan. Misalnya konsentrasi yang terkecil dari larutan garam yang dapat dibedakan rasanya dari cairan pelarutnya yaitu air murni.

Pengukuran ambang mutlak didasarkan pada konvensi bahwa setengah (50%) dari jumlah panelis dapat mengenal atau dapat menyebutkan dengan tepat akan sifat sensoris yang dinilai.

Tabel. 1 Ambang mutlak untuk pencicipan

Rangsangan

Kesan

Ambang mutlak

Gula

Garam

HCl

Strichnin

Manis

Asin

Asam

Pahit

1 bagian/200 bagian air

1 bagian/400 bagian air

1 bagian/15000 bagian air

1 bagian/2.105 bagian air

Ambang Pengenalan

Ambang pengenalan juga disebut recognition threshold. Ambang pengenalan dapat dikacaukan dengan ambang mutlak. Jika pada ambang mutlak mengenai kesan yang mulai diperoleh atau dirasakan maka pada ambang pengenalan meliputi pengenalan atau identifikasi jenis kesan. Dalam hal ini jika kesan kesan itu berupa rasa asin, misalnya rasa asin itu betul-betul mulai dapat diidentifikasi oleh pencicip. Pada ambang mutlak mungkin rasa asin itu belum diidentifikasi dnegan tepat, baru dapat diketahui adanya rasa yang berbeda denganbahan pelarutnya.

Perbedaan ini menyangkut juga metode pengukurannya yang berbeda dengan ambang pengenalan dan ambang mutlak. Pengukuran ambang pengenlan didasarkan pada 75% panelis dapt mengenali rangsangan. Jadi ambang pengenalan dapat diidentifikasikan sebagai konsentrasi atau jumlah perbandingan terendah yang dapat dikenali dengan betul.

Ambang Pembedaan

Ambang pembedaan juga disebut difference threshold,yang berbeda dengan ambang pengenalan dan juga ambang mutlak. Ambang pembedaan merupakan perbedaan terkecil dari rangsangan yang masih dapat dikenali. Besarnya ambang pembedaan tergantung dari jenis rangsangan, jenis penginderaan dan besarnya rangsangan itu sendiri. Ambang pembedaan menyangkut dua tingkat kesan rangsangan yang sama. Jika dua rangsangan tersebut terlalu kecil bedanya maka akan menjadi tidak dapat dikenali perbedaannya. Sebaliknya jika dua tingkat rangsangan itu terlalu besar akan dengan mudah dikenali.

Difference threshold dapat ditentukan dengan menggunakan standar lebih dari satu, biasanya sekitar empat standar. Masing-masing standar akan dibandingkan dengan sampel-sampel pada interval konsentrasi tertentu. Perbedaan konsentrasi yang dapat dideteksi dengan benar oleh 75% panelis adalah perbedaan konsentrasi yang mencerminkan difference threshold (Kartika dkk 1988).

Ambang pembedaan berbeda besarnya tergantung dari beberapa faktor. Disamping tergantung pada jenis rangsangan dan jenis penginderaan juga tergantung pada besarnya rangsangan itu sendiri.

Ambang batas

Ambang batas juga disebut terminal threshold yang merupakan rangsangan terbesar yang jika kenaikan tingkat rangsangan dapat menaikan intensitas kesan. Apabila pada ketiga ambang tersebut diatas diterapkan batas terendah maka pada ambang batas diterapkan batas atas. Kemampuan manusia memperoleh kesan dari adanya rangsangan tidak selamanya sebanding dengan besarnya rangsangan yang diterima. Rangsangan yang terus menerus dinaikan pada suatu saat tidak akan menghasilkan kenaikan intensitas kesan. Rangsangan terbesar jika kenaikan tingkat rangsangan menaikkan intensitas kesan disebut ambang batas. Ambang batas juga bisa ditentukan dngan menetapkan rangsangan terkecil yaitu jika kenaikan tingkat rangsangan tidak lagi mempengaruhi btingkat intensitas kesan.

III. METODE PRAKTIKUM

  1. Alat dan Bahan

§ Alat

1. Beker glass

2. Pengaduk

3. Wadah (cup atau gelas kecil)

4. Nampan

5. Sedotan

6. Label, kartu evaluasi dan alat tulis

§ Bahan

1. Sukrosa

2. NaCl

3. Asam Sitrat

4. Jamu

  1. Prosedur Kerja

Siapkan alat dan bahan

Buat larutan :

Bahan

Konsentrasi (%)

Sukrosa

0,05

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

1

NaCl

0,02

0,04

0,06

0,08

0,10

0,12

0,14

0,16

0,18

0,20

Asam Sitrat

0,010

0,012

0,014

0,016

0,018

0,020

0,022

0,024

0,026

0,028

Jamu

0

0,003

0,004

0,005

0,006

0,008

0,010

0,015

0,0020

0,030

Berikan kode masing-masing konsentrasi dengan tiga angka yang berbeda

Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam gelas kecil atau wadah dengan kode yang sama dengan sampel

Sajikan satu seri sampel pada nampan dan letakkan dia atas meja atau bilik cicip secara berurutan

Uji sampel satu per satu dengan cara dicicipi,setiap pindah ke sampel berikutnya harus didahului kumur dengan air putih

Tuliskan hasil pencicipan pada kartu evaluasi yang telah disediakan

Tentukan ambang batas dan ambang pengenalan

§ Grafik Hubungan Konsentrasi Dengan Persentase Reaksi Positif

1. Sukrosa

2. NaCl

3. Asam Sitrat


4. Jamu

B. Pembahasan

Pada threshold test atau biasa kita sebut dengan uji ambang batas ini dilakukan dengan menyiapkan 4 buah sample yang memiliki rasa yang berbeda beda yaitu rasa manis, asin, asam dan pahit. Sample yang digunakan untuk mewakili keempat rasa tersebut adalah sukrosa, NaCl, asam sitrat dan jamu. Uji ambang batas ini dilakukan dengan menggunakan panelis dari mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan Unsoed yang mengikuti praktikum Evaluasi Sensori.

Uji ambang batas ini dilakukan dengan menyiapkan 10 macam konsentrasi yang berbeda – beda pada setiap sampel yang ditandai dengan kode pada masing-masing konsentrasi dengan tiga angka yang berbeda oleh penyaji Selanjutnya panelis diminta untuk mencicipi keempat sampel yang telah disiapkan oleh penyaji. Panelis mencicipi beberapa sampel tersebut satu persatu dan setiap pindah ke sampel berikutnya harus didahului kumur dengan air putih untuk menetralkan rasa.

Dari uji yang dilakukan pada keempat sampel tersebut,diperoleh nilai ambang mutlak,ambang pengenalan,ambang pembedaan dan ambang batas yang berbeda-beda pada tiap sample.

Sukrosa

Nilai ambang mutlak ditunjukkan dengan nilai yang diperoleh dari nilai persentil 0,50 atau 50%. Pada sampel berupa larutan sukrosa disediakan 10 larutan dengan konsentrasi yang berbeda beda yaitu 0,05 ; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ‘ 0,7 ; 0,8 dan 1 , Niai ambang mutlak pada sukrosa ini tidak dapat ditunjukkan pada konsentrasi manapun dan ternyata nilai ambang pengenalanyapun tidak ada dan langsung ditunjukkan oleh nilai ambang batas sebesar 100% pada konsentrasi 0,6. Hal ini berarti pada konsentrasi tersebut, panelis sudah dapat mengenali kesan yang ditimbulkan yaitu rasa manis pada sukrosa.

Asam Sitrat

Sampel berupa asam sitrat disiapkan dengan konsentrasi dari 0,010; 0,012 ; 0,014;

0,016 ; 0,018 ; 0,020 ; 0,022 ; 0,024 ; 0,026 dan 0,028. Seperti halnya pada sukrosa,nilai ambang mutlak pada asam sitrat ini tidak dapat ditemukan, dan langsung ditunjukkan angka ambang pengenalannya yaitu sekitar 80% pada konsentrasi 0,010. Nilai ambang batas sendiri ditunjukkan pada konsentrasi 0,014 dengan nilai 100%, ini berarti dalam konsentrasi tersebut, panelis sudah dapat mengenali kesan yang ditimbulkan yaitu rasa asam pada asam sitrat.

NaCl

Sampel NaCl digunakan untuk uji ambang batas ini dengan konsentrasi 0.02 ; 0,04 ; 0,06 ; 0,08 ; 0,10 ; 0,12 ; 0,14 ; 0,16 ; 0,18 ; dan 0,20. Berbeda dengan sampel sukrosa dan asam sitrat, pada NaCl ini ditemukan nilai ambang mutlaknya yaitu sebesar 57,14% pada konsentrasi 0,04. Namun ternyata nilai ambang pengenalannya tidak dapat ditemukan dan langsung menunjukkan angka ambang batasnya yaitu pada konsentrasi 0,04. Hal ini berarti pada konsentrasi tersebut, panelis sudah dapat mengenali kesan yang ditimbulkan yaitu rasa asin pada NaCl.

Jamu

Jamu yang merupakan indikator rasa pahit, juga digunakan dalam uji ambang batas ini dengan menyiapkan beberapa sampel dengan konsentrasi 0 ; 0.003 ; 0.004 ; 0,005, 0,006 ; 0,008 ; 0,010 ; 0,015 ; 0,020 dan 0,030. Nilai ambang mutlak kembali tidak ditemukan pada sampel jamu ini dan langsung menunjukkan nilai ambang pengenalan sebesar 74,29% pada larutan dengan konsentrasi 0,004. Berbeda dengan ketiga larutan diatas yang terdapat nilai ambang batasnya, ternyata nilai ambang batas yang ditunjukkan dengan adanya persentase reaksi positif (+) sebesar 100% tidak ditemukan pada sampel jamu ini. Sehingga panelis belum dapat mengenali kesan yang ditimbulkan pada jamu yaitu rasa pahit.

Dari uraian tersebut, ternyata pada uji ambang batas yang dilakukan ini dihasilkan data yang kurang valid dan cenderung error. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tidak adanya nilai ambang mutlak dan ambang batas pada beberapa sampel tersebut. Kesalahan ini terjadi dikarenakan oleh beberapa hal yaitu : selisih konsentrasi sampel yang agak jauh, tingkat sensitivitas dari panelis itu sendiri, kondisi fisik panelis, juga dikarenakan ada panelis yang lupa berkumur ketika akan berganti mencicipi sampel berikutnya, hal ini berpengaruh karena kondisi lidah tidak netral.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasar data praktikum mengenai uji ambang batas ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu didapat beberapa ambang batas dari sejumlah sampel. Ambang batas pada sukrosa ditunjukkan pada konsentrasi 0,6; pada asam sitrat ambang batasnya pada konsentrasi 0,014, NaCl ambang batasnya di konsentrasi 0,04 sedangkan untuk jamu sendiri ambang batasnya belum ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa panelis belum dapat mengenali kesan yang ditimbulkan pada jamu. Sedangkan untuk ambang pengenalan sendiri, sukrosa dan NaCl ambang pengenalannya tidak dapat ditunjukkan dan langsung ditunjukkan oleh nilai ambang batasnya. Asam sitrat memiliki ambang pengenalan pada konsentrasi 0,010 dan jamu ambang pengenalannya terdapat pada konsentrasi 0,004.

B. Saran

Didalam melakukan uji ambang batas ini, panelis sebaiknya memperhatikan hal-hal dan langkah-langkah yang harus dilakukan pada pengujian ini, seperti berkumur ketika akan berganti mencicipi sampel berikutnya. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh valid dan tidak error.

VI. DAFTAR PUSTAKA

http://ftpunisri.blogspot.com/2008/07/uji-sensoris.html. Diakses Minggu, 31 Mei 2009

Kartika B., P.Hastuti dan W.Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

1990. Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta

Soekarto, Soewarno T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.